Beranda | Artikel
Kisah Saad bin Abi Waqash (Bag. 1): Keutamaan-Keutamaan Saad bin Abi Waqash
Sabtu, 3 Agustus 2024

Awal kehidupan dan masuk Islamnya

Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu merupakan seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kisahnya perlu untuk diketahui dan diteladani oleh kaum muslimin. Beliau merupakan seorang sahabat yang mulia yang merupakan satu dari sepuluh orang yang dikabarkan masuk surga, seorang pejuang yang hebat yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di semua peperangan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ikuti dan juga merupakan pahlawan di pertempuran Qadisiyyah.

Sa’ad lahir di Makkah, ia merupakan seorang yang memiliki nasab yang mulia. Ayahnya adalah Abu Waqash Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah dari Bani Zuhrah. Sa’ad bin Abi Waqash juga merupakan paman Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dari jalur ibu. Sa’ad merupakan paman yang dicintai dan dibanggakan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu,

كنا جلوساً عند النبي ﷺ فأقبل سعد بن أبي وقاص فقال : هذا خالی فلیرنی امرو خاله

Dahulu kami duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datanglah Sa’ad bin Abi Waqash, maka Rasulullah bersabda, ‘Ini adalah pamanku, maka siapa yang mau mengabarkan padaku pamannya.’ “ (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak)

Sa’ad yang  masih muda sudah memiliki, menghimpun kematangan orang dewasa, dan hikmah orang tua. Di usianya yang muda, ia sudah menyadari dan tidak senang dengan keadaan masa jahiliah yang penuh kegelapan dan hatinya sangat merindukan adanya tokoh yang mampu untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliah. Masa muda Sa’ad tidak dihabiskan untuk bermain-main sebagaimana pemuda umumnya. Sa’ad lebih senang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merawat busur, menajamkan anak panah, dan berlatih memanah. Seakan-akan ia ingin menyiapkan dirinya untuk hal yang besar.

Ketika Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam diutus menjadi Rasul, hidayah memasuki hati Sa’ad bin Abi Waqash dan ia pun masuk Islam. Masuk Islamnya Sa’ad tidak berjalan mulus, ibu Sa’ad bin Abi Waqash tidak setuju dengan keislaman Sa’ad bin Abi Waqash dan memerintahkan Sa’ad untuk keluar dari Islam.

Bagi seorang pemuda yang berbakti pada orang tuanya, hal ini merupakan cobaan yang cukup berat. Ibu Sa’ad mengancam Sa’ad untuk tidak makan dan minum hingga Sa’ad keluar dari Islam dan jika ia meninggal, Sa’ad akan disalahkan sebagai pembunuh ibunya. Ketika Sa’ad melihat ibunya yang lemah setelah tidak makan dan minum, Sa’ad pun berkata,

يا أمه !تعلمين والله لو كان لك مئه نفس، فخرجت نفسا نفساً، ما تركت ديني. إن شئت فكلي أو لا تأكلي. فلما رأت ذلك أكلت.

Wahai ibunda! Ketahuilah, demi Allah, jika Anda memiliki seratus nyawa dan keluar nyawa tersebut satu persatu, tidak akan aku tinggalkan agamaku. Jika engkau mau, makanlah atau tidak makan. Ketika melihat hal tersebut, ibunya pun makan.” (HR. Muslim)

Cobaan Sa’ad ini Allah abadikan pada surah Al-Ankabut ayat 8,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًاۗ وَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۗ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 8)

Sa’ad merupakan seorang penjaga Nabi

Sa’ad bin Abi Waqash merupakan paman Nabi yang kecintaannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah besar, hingga ia berkeinginan menyerahkan jiwa dan hartanya untuk membela Rasulullah. Saking cintanya Sa’ad bin Abi Waqash kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau radhiyallahu ’anhu siap untuk selalu menjaga Rasulullah. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha,

أرق رسول الله ﷺ ذات ليلة، فقال: ليت رجلاً صالحاً من أصحابي يحرسني الليلة. قالت: فسمعنا صوت السلاح، فقال رسول الله: من هذا؟ قال سعد بن أبي وقاص أنا يا رسول الله جئت أحرسك، فنام رسول الله ﷺ حتى سمعت غطيطه.

Pada suatu malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak bisa tidur, lalu ia berkata, “Seandainya ada seorang lelaki saleh dari sahabatku yang menjagaku di malam hari.” Aisyah berkata, “Kami mendengar suara senjata.” Maka, Rasulullah berkata, “Siapa itu?” Sa’ad bin Abi Waqash menjawab, “Saya wahai Rasulullah, aku datang untuk menjagamu.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tidur hingga aku mendengar suara dengkurannya.” (HR. Bukhari)

Orang yang pertama kali melesatkan panah di jalan Islam

Masa muda Sa’ad bin Abi Waqash yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memanah terbukti tidak sia-sia. Ia merupakan salah satu pemanah terhebat yang pernah ada dan merupakan orang yang pertama kali melesatkan anak panah di jalan Allah. Dikisahkan oleh Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam,

وكان سعد ـ رضى الله عنه – هو أول من رمى بسهم في سبيل الله.عن الزهري قال : بعث رسول الله سرية فيها سعد بن أبي وقاص إلى جانب من الحجاز يدعى )رابغ (وهو من جانب

الجحفة. فانكفأ المشركون على المسلمين، فحماهم سعد يومئذ بسهامه فكان هذا أول قتال في الإسلم

Saad radhiyallahu ’anhu merupakan yang pertama melesatkan anak panah di jalan Allah. Dari Zuhri, ia berkata, ‘Rasulullah mengutus pasukan yang di dalamnya ada Sa’ad bin Abi Waqash ke daerah di Hijaz yang bernama Rabi’ di sebelah Juhfah. Lalu, kaum musyrikin memukul mundur kaum muslimin. Maka, ketika itu Sa’ad pun melindungi mereka dengan anak panahnya. Itu adalah pertempuran pertama dalam Islam.” (Sirah li Ibni Hisyam, 1:594-595)

Doa Sa’ad yang mustajab

Di antara keutamaan Sa’ad adalah Allah menganugerahkan kepadanya doa yang mustajab. Hal tersebut dikarenakan barakah dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Sa’ad. Rasulullah mendoakan Sa’ad,

اللهم استجب لسعد إذا دعاك

Ya Allah, kabulkanlah Saad jika ia berdoa padamu.” (HR. Tirmidzi)

Di antara contoh mustajabnya doa Sa’ad adalah ketika di masa kekhalifahan Umar bin Khattab ada seseorang yang menjelek-jelekan Sa’ad bin Abi Waqash, yaitu Usamah bin Qatadah. Ia menuduh bahwa Sa’ad tidak memimpin pasukan, tidak membagikan pembagian secara merata, dan hakim yang tidak adil. Mendengar hal tersebut, Sa’ad pun mendoakannya dengan tiga hal,

اللهم إن كان عبدك هذا كاذبا قام رياء وسمعة فأطل عمره وأطل فقره وعَرَّضه للفتن

Ya Allah, jika hambamu ini berbohong, ia berdiri karena riya dan sum’ah, maka panjangkanlah umurnya, panjangkanlah kefakirannya, dan jerumuskanlah ia pada fitnah.” (HR. Bukhari)

Seiring berjalannya waktu doa Sa’ad pun terealisasikan. Orang tersebut panjang umurnya hingga alisnya menutupi kedua matanya karena tua, ia di pinggir jalan mengedip-ngedipkan matanya pada para perempuan.

Zuhudnya Sa’ad terhadap kepemimpinan

Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu meyakini bahwa setiap kenikmatan selain kenikmatan surga adalah fatamorgana, setiap siksaan selain siksa neraka adalah ringan. Maka, Sa’ad tidak berambisi, kecuali berambisi untuk meraih surga. Sehingga, walaupun ia merupakan sahabat yang mulia, paman dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia tidak mengharapkan mendapatkan posisi sebagai pemimpin, bahkan menolak jabatan dan kekuasaan. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Amir bin Saad,

عن عامر بن سعد أن أباه سعدا، كان في غنم له، فجاء ابنه عمر، فلما رآه قال: أعوذ بالله من شر هذا الراكب فلما انتهى إليه قال: يا أبت أرضيت أن تكون أعرابيا في غنمك، والناس يتنازعون فى الملك بالمدينة، فضرب صدر عمر، وقال: اسكت، فإني سمعت رسول الله ﷺ يقول: «إن الله – عز وجل – يحب العبد التقى الغنى الخفى

Dari Amir bin Sa’ad bahwa ayahnya Sa’ad (bin Abi Waqash) sedang menggembala kambingnya, lalu datang anaknya, Umar. Ketika melihat Umar, Sa’ad berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari keburukan pengendara ini.” Ketika ia sampai padanya Umar berkata, “Wahai ayahku, apakah ayah rida menjadi orang pedalaman menggembala kambing, sedangkan orang-orang berebut kekuasaan di Madinah.” Lalu, Sa’ad menepuk dada Umar dan berkata, “Diamlah, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla mencintai hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan tidak dikenal.’ “ (HR. Muslim)

[Bersambung]

***

Penulis: Firdian Ikhwansyah


Artikel asli: https://muslim.or.id/96553-kisah-saad-bin-abi-waqash-bag-1.html